Penulis: Ust. Aswan Nasution
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka shalatlah untuk Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus [dari rahmat Allah].” (QS. Al-Kautsar [108]: 1-2).
KISAH Ibrahim as. yang diabadikan Al-Qur’an pada surat Ash-Shaaffat [37]: 102-107. Merupakan puncak dari cinta dan takwa seorang hamba kepada Tuhannya, Rabbul Jalil. Rasa cinta itu telah beliau tunjukkan dengan menuruti segala perintah Allah SWT meskipun perintah itu sangat berat dan harus mengorbankan yang dicintai.
Ismail pada waktu itu adalah anak tunggal beliau yang kehadirannya sangat dinanti-nantikannya. Akan tetapi, meskipun Ismail adalah buah hati satu-satunya, tetapi Ibrahim tahu, bahwa kecintaanya kepada anaknya itu tidak boleh mengalahkan rasa cinta dan ketundukannya kepada Allah SWT.
Inti pengorbanan Ibrahim as, sesungguhnya adalah kemampuan mengutamakan Allah SWT. dari segala sesuatu, termasuk dari apa yang kita cintai. Dengan demikian, pesan utama dari Hari Raya Qurban atau Idul Adha adalah kerelaan berkorban semata-mata untuk Allah melebihi segala pengorbanan kita kepada hal-hal lain, termasuk kepada apa yang paling kita cintai.
Jika pada diri Ibrahim as. yang paling dicintai adalah anaknya, yaitu Ismail, maka pada kita yang hidup sekarang ini, sesuatu yang paling kita cintai itu bisa
bermacam-macam bentuknya. Jabatan, kekuasaan, harta, istri dan anak-anak bisa jadi merupakan sesuatu yang paling kita cintai pada saat ini.
Banyak orang begitu cinta kepada jabatan dan kekuasaan yang dipegangnya, sehingga mereka berusaha mempertahankan jabatan dan kekuasaan itu dengan sekuat tenaga, seolah jabatan dan kekuasaan itu menjadi tujuan hidupnya.
Karena kecintaannya kepada jabatan dan kekuasaannya, tidak sedikit orang enggan menuruti perintah Allah untuk berlaku amanah dan jujur. Bahkan banyak diantara mereka yang demi kelangsungan kekuasaannya berani berbuat zalim dan sewenang-wenang terhadap orang lain dan melanggar hukum- hukum Allah SWT.
Orang-orang yang memiliki harta pun banyak yang terjerumus ke dalam cinta yang berlebihan terhadap hartanya, sehingga tidak rela melepaskannya walaupun hal itu untuk Allah. Mereka mengira bahwa harta yang dimilikinya adalah milik mutlak mereka dan bisa mendatangkan kebahagiaan yang abadi.
Padahal, dalam harta itu terdapat hak orang-orang dhua’fa, fakir, miskin dan anak-anak yatim yang harus dikeluarkan. Karena saling cintanya yang besar terhadap hartanya, mereka enggan menunaikan perintah Allah untuk berkurban, berzakat, berinfak, dan mengeluarkan sedekah serta lainnya.
Allah SWT sendiri sudah mengingatkan kita untuk selalu waspada terhadap rasa cinta yang berlebihan terhadap harta dan anak-anak. Bahkan, jika kecintaan itu sampai melalaikan dari mengingat Allah, maka hanya kerugianlah yang akan kita dapati baik di dunia maupun akhirat.
Firman Allah SWT., “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiquun [63]: 9).
Berkurban dengan menyembelih kambing atau sapi dan membagikannya pada tanggal 10 Zulhijjah kepada masyarakat, terutama orang-orang miskin, merupakan sunnah yang dihidupkan oleh Rasulullah SAW. Untuk mengenang ketabahan dan ketakwaan Nabi Ibrahim as. Dimana Ibrahim as. berhasil membuktikan kecintaannya kepada Allah SWT dengan kerelaan menyembelih putera kesayangannya, Ismail as. atas perintah Allah SWT. yang peristiwa tersebut telah diabadikan Allah SWT dalam Al-Qur’an pada surat Ash-Shaffat ayat: 102-107.
Sesungguhnya, berkurban untuk Allah SWT, tidak hanya dilakukan oleh Ibrahim as. dan kemudian dilanjutkan oleh umat Nabi Muhammad SAW, saja. Ibadah kurban ini juga sudah dikenal sejak zaman manusia pertama, Adam as. Kita tentu ingat, bagaimana kisah Habil dan Qabil, putera Nabi Adam as. diperintahkan oleh Allah SWT. untuk berkurban dengan memberikan hasil pertanian dan perternakan yang mereka peroleh.
Keteladanan yang diajarkan oleh Ibrahim as. seperti diuraikan di atas patut menjadi renungan kita bersama, sehingga datangnya Idul Adha setiap tahun membawa hikmah yang besar bagi proses perjalanan spritualitas kita. Dengan begitu, setiap tahunnya, kita akan terus berusaha memurnikan amal ibadah kepada Allah SWT bukan kepada yang lain-lain. Selain itu, kita juga mampu dan siap berkorban apa saja untuk kepentingan Allah SWT.
Wallahu a’lam bis showab.
Luas Area | 100 m2 |
Luas Bangunan | 30 m2 |
Status Lokasi | Pinjam pakai |
Tahun Berdiri | 2019 |